Latar Belakang dan Sejarah Novel Best Seller "Laut Bercerita"

|

 

 

https://pin.it/50qoof5


Penulis novel “Laut Bercerita” dan wartawan, Leila Salikha Chudori, menjadi pembicara dalam Studium Generale Institut Teknologi Bandung KU-4078, Rabu (27/10/2021). Dipandu oleh Dr. Acep Iwan Saidi, S.S.,M.Hum., dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain, webinar ini membahas tentang latar belakang cerita “Laut Bercerita” yang yang sempat mendapatkan anugerah penghargaan sastra Asia Tenggara yang bernama S.E.A Write Award pada tahun 2020 lalu.

Leila mengawali pemaparannya dengan menceritakan pandangannya terhadap sejarah Orde Baru. Menurutnya, ITB sendiri memiliki peran penting dalam pergolakan sejarah Orde Baru. “Novel ‘Laut bercerita’ ini adalah satu realita yang kemudian direpresentasikan di dalam sebuah fiksi,” tutur Leila memulai paparan.

Novel tersebut adalah jagad baru yang terinspirasi dari kisah nyata. Dia kemudian menceritakan cuplikan percakapan dari dua tokoh pada novelnya, yakni pesan Kasih Kinanti kepada Biru Laut. Dikisahkan Biru Laut adalah mahasiswa yang baru saja disiksa dan ditangkap dalam situasi yang mencekam. Kejadian ini baru pertama kali ia rasakan. Disitu Kasih Kinanti memberi pesan ke Laut bahwa apapun yang mereka lakukan untuk negara adalah hal yang penting meskipun hanya satu atau dua langkah saja. Kalimat ini merupakan hal yang penting bagi Leila sendiri.

Sebagai generasi yang jauh dari era Orde Baru, ia menyarankan para mahasiswa agar mencoba memahami era tersebut dengan membaca novel ini. Hal ini penting agar hal yang sama tidak terulang kembali. Seperti yang dikatakan sebelumnya, novel ini terinspirasi dari kisah nyata. Tokoh-tokoh dan kehidupan yang ada di dalamnya berasal dari orang-orang yang memang ada di dunia nyata. “Ini kemudian saya mashup jadi jagad baru,” tambahnya.

Di dalam novel ini, kata lulusan Universitas Trent, Kanada, ini sudah menceritakan peristiwa ketika para aktivis ditangkap dan disiksa. Akar dari masalah ini juga diceritakan sebagai kilas balik dalam novelnya. Ketika terjadi konflik PDI pada tahun 1996, beberapa mahasiswa yang tergabung dalam PRD menjadi kambing hitam dalam penyerangan ke kantor PDI pada 27 Juli 1996. Beberapa di antaranya ada yang ditangkap dan menjadi buronan hingga tahun 1998. Ia tidak menuliskan kronologinya persis seperti tersebut, tetapi latar belakangnya adalah masalah ini.

“Laut Bercerita” dimulai dari kelahiran tokoh Biru Laut. Pada tahun 2008, Nezar Patria, seorang alumni Fakultas Hukum UGM menulis kesaksiannya dengan rinci tentang pengalamannya saat diculik dan disekap. Tulisannya ini dimuat dalam Edisi Khusus Soeharto majalah TEMPO Februari 2008 sekaligus menjadi peristiwa yang mendorong Leila untuk menulis novel “Laut Bercerita”. Tokoh Biru Laut ini adalah tokoh fiksi yang berisi kisah Nezar, Waluya Jati, dan imajinasinya sendiri.

Proses penulisan ini berlanjut pada tahun 2013 setelah novel “Pulang” selesai diluncurkan pada tahun 2012. Ia melakukan wawancara dengan Nezar berkali-kali. Tak hanya Nezar, dia juga mewawancarai korban penculikan seperti Mugiyanto Sipin dan Rahardja Waluya Jati. Dalam proses wawancara, Leila sadar bahwa keluarga korban juga terkena dampaknya. Sehingga Leila juga melakukan wawancara dengan keluarga korban. Selain itu dia juga mewawancarai Ketua PRD saat itu, Budiman Sudjatmiko.

Ketegangan dalam peristiwa tersebut juga membuat Leila sangat tegang dalam menulisnya. Mengatasi hal itu, Leila kadang menyelipkan beberapa humor meskipun humornya berbau kegelapan. Selama proses menulis, Leila mengaku sangat sulit dalam melakukan penulisan bagian keluarga. Sifat keibuan yang dimilikinya membuat penulisan novel ini menjadi berat.

“Laut Bercerita” sendiri sudah dibuat film pendeknya. Film pendek ini diproduksi oleh Dian Sastrowardoyo Foundation dan Cineria Films. Film ini disutradarai oleh Pritagita Arianegara. Dalam mengakhiri pemaparannya, Leila mengutip selarik puisi dari Sutardji Calzoum Bachri, yakni  “Matilah engkau Mati/Kau akan lahir berkali-kali”
Larik ini menjadi inti dari seluruh novel. Sejak awal, novel Biru Laut—sesuai dengan namanya adalah tokoh yang ditenggelamkan ke dasar laut, tapi hingga sekarang kita masih mendengar suaranya dan suara teman-temannya.

Reporter : Kevin Agriva Ginting (Teknik Geodesi dan Geomatiksa, 2020)

 

Sumber : https://www.itb.ac.id/news/read/58238/home/laut-bercerita-latar-belakang-dan-sejarah-di-baliknya

Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke sebuah tempat. Hitam. Kelam. Selama tiga bulan mataku dibebat kain apak yang hanya sesekali dibuka saat aku berurusan dengan tinja dan kencing. Aku ingat pembicaraanku dengan Sang Penyair. Dia berkata bahwa dia tak takut pada gelap. Karena dalam hidup, ada terang dan ada gelap. Ada perempuan dan ada lelaki. "Gelap adalah bagian dari alam," kata Sang Penyair. Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, satu titik ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi. Aku tak tahu apakah saat ini aku sedang mengalami kegelapan. Atau kekelaman. "

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Laut Bercerita" yang Bikin Merinding", Klik untuk baca: https://edukasi.kompas.com/read/2018/01/29/14203921/laut-bercerita-yang-bikin-merinding?page=all.


Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke sebuah tempat. Hitam. Kelam. Selama tiga bulan mataku dibebat kain apak yang hanya sesekali dibuka saat aku berurusan dengan tinja dan kencing. Aku ingat pembicaraanku dengan Sang Penyair. Dia berkata bahwa dia tak takut pada gelap. Karena dalam hidup, ada terang dan ada gelap. Ada perempuan dan ada lelaki. "Gelap adalah bagian dari alam," kata Sang Penyair. Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, satu titik ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi. Aku tak tahu apakah saat ini aku sedang mengalami kegelapan. Atau kekelaman. "

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Laut Bercerita" yang Bikin Merinding", Klik untuk baca: https://edukasi.kompas.com/read/2018/01/29/14203921/laut-bercerita-yang-bikin-merinding?page=all.


Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

 

Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke sebuah tempat. Hitam. Kelam. Selama tiga bulan mataku dibebat kain apak yang hanya sesekali dibuka saat aku berurusan dengan tinja dan kencing. Aku ingat pembicaraanku dengan Sang Penyair. Dia berkata bahwa dia tak takut pada gelap. Karena dalam hidup, ada terang dan ada gelap. Ada perempuan dan ada lelaki. "Gelap adalah bagian dari alam," kata Sang Penyair. Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, satu titik ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi. Aku tak tahu apakah saat ini aku sedang mengalami kegelapan. Atau kekelaman. "

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Laut Bercerita" yang Bikin Merinding", Klik untuk baca: https://edukasi.kompas.com/read/2018/01/29/14203921/laut-bercerita-yang-bikin-merinding?page=all.


Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Related Posts

0 komentar:

Posting Komentar